PendidikanSosial

JERITAN ANAK NEGERI DARI PELOSOK SELATAN LOMBOK TIMUR

Dusun Ujung Gol, sebuah dusun yang dihuni lebih dari 50 Kepala Keluarga (KK). Dusun yang terletak di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur. Terlihat jelas di pinggiran dusun ini terhampar lautan nan luas. Penduduk dengan pekerjaan sebagian besar sebagai seorang nelayan ketika musim kemarau dan menjadi petani ketika musim kering melanda.

Dusun ini merupakan daerah terpencil dengan akses jalan yang sangat menyayat hati. Jalanan yang penuh lubang dan lumpur kala musim hujan tiba dan penuh debu jika kemarau datang. Tidak ada sedikit pun tanda-tanda akan adanya perbaikan jalan. Padahal daerah ini memiliki potensi wisata yang terkenal hingga mancanegara. Siapa yang tidak kenal pantai Pink dan Tanjung Beloam yang kini sudah mulai di komersil kan oleh para penguasa dan pegusaha.

Kondisi jalanan pas musim kemarau

Di daerah ini, ada sebuah tempat yang menjadi magnet untuk selalu dikunjungi. Sebuah bukit gersang menjadi saksi betapa buramnya dunia pendidikan di kabupaten ini. Bangunan yang berdiri di samping pohon nimba menjadi bukti betapa semangatnya anak-anak untuk tetap menuntut ilmu. Meskipun jauhdari kenyataan yang ia dapati.

Sekolah yang berdiri sejak empat tahun yang lalu ini, tidak ubah nya sebuah kandang kolektif sapi. Berdiri dengan tiang beton dan tanpa adanya tembok yang menutupi tiap ruas bangunan. Bangku dan meja seadanya tanpa ada lemari dan hiasan tembok, kegiatan belajar-mengajar tetap dilaksanakan.

Sekolah MI Sidrotul Muntaha

Tepat pukul 07.00 WITA menandakan jam pelajaran segera dimulai. Tanpa ada ritual baris berbaris di depan kelas, siswa pun langsung masuk menuju kelas yang hanya dua ruangan itu. Saat ini siswa yang ada baru sampai kelas empat. Tiap ruangan diisi oleh dua kelas dengan total keseluruhan siswa sebanyak 35 anak.

Madrasah Ibtida’iyah atau setara dengan Sekolah Dasar (SD) di beri nama Sidratul Muntaha (Bahasa Arab) yang dalam Bahasa Indonesia berarti Pohon Bidara yang berada di Puncak Langit atau singkatnya Pohon Puncak. Sekolah ini didirikan oleh salah satu warga yang ada di Ujung Gol. Yang melatar belakangi berdirinya sekolah ini adalah sangat jauhnya akses menuju sekolah yang ada di Desa Sekaroh. SD-SMP (SATAP) yang ada di desa tersebut lokasinya sangat jauh dari pemukiman warga di Dusun Ujung Gol ditambah lagi dengan kondisi jalan yang butuh waktu yang tak sedikit untuk dilewati, apalagi saat musim hujan seperti sekarang ini. Juga tak semua warga di dusun tersebut memiliki kendaraan pribadi seperti motor untuk mengantar anak-anaknya ke sekolah.

Berawal dari permasalahan ini didirikan lah MI Sidratul Muntaha dengan harapan anak-anak di Dusun Ujung Gol bisa dengan mudah mengenyam pendidikan Sekolah Dasar tanpa harus menempuh jarak yang jauh. Sekolah ini terlahir dari kekompakan warga setempat yang saling bahu membahu dalam mendirikannya. Menurut pak Kepala Dusun sebagai penggagas berdirinya sekolah ini, beliau menginginkan tidak ada anak-anak di kampungnya yang tidak mendapatkan hak untuk mengenal dunia.”Lewat pendidikan lah kita bisa mengenal dunia ini. Di sekolah kita diajarkan membaca, berhitung, agama dan belajar menjadi orang yang memiliki budi pekerti atau berakhlak”, kalimat yang begitu bijak dari beliau, seseorang yang sangat peduli terhadap warganya dan pendidikan anak-anak di kampungnya.

Saat ini sekolah yang memiliki dua ruangan dan dilengkapi AC alami yaitu angin sepoi-sepoi yang bertiup dari semua sisi ini memiliki tiga pengajar, salah salah satunya adalah Pak Mahir. Selain sebagai pengajar, Pak Mahir juga diberi kepercayaan sebagai Kepala Sekolah MI Sidratul Muntaha, karena beliau sudah mengabdi sejak pertama kali sekolah ini didirikan hingga saat ini. Pak Mahir dan kedua pengajar lain bukan lah tenaga pengajar (guru) yang bergelar sarjana dengan ijazah yang menurut kebanyakan orang menjadi hal yang membanggakan. Pak Mahir dan kedua pengajar tersebut masih mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi yang ada di Lombok Timur. Mereka mengajar tanpa mengandalkan upah. Meskipun sesekali digaji, gaji tersebut tak akan cukup memenuhi biaya bensin kendaraan yang mereka gunakan selama sebulan. Maka keberadaan mereka menjadi bukti bahwa dalam melakukan kebaikan tak semestinya menunggu kata nanti dan tak seharusnya mengharapkan rupiah.

Pak Mahir, Guru sekaligus Kepala Sekolah

Di sekolah tersebut, proses belajar mengajar tetap berjalan meski dengan keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas. Kedua hal ini menjadi persoalan tersendiri bagi sekolah MI tersebut. Jika berbicara mengenai pendidikan baik di tatanan Kabupaten, Provinsi bahkan Indonesia memang tidak ada habisnya untuk dikupas dan diperbincangkan. Mulai dari permasalahan kualitas pengajaran, hingga ketersediaan fasilitas yang jauh dari kata memadai. Permasalahan ini menjadi penghambat proses belajar-mengajar yang menjadi pemicu rendahnya kualitas anak didik di daerah terpencil seperti di Ujung Gol. Suatu kemustahilan sebuah proses belajar mengajar jika tidak ditunjang dengan Sarana dan prasarana akan menghasilkan anak didik yang tidak sesuai keinginan Negara yaitu anak bangsa yang cerdas. Kebutuhan akan buku pelajaran, bangku sekolah hingga ketersediaan fasilitas penunjang belajar lainnya menjadi impian terbesar anak-anak di daerah ini.

Dalam kondisi seperti ini pemerintah bagaikan menutup mata dan menjadikan daerah tertinggal seperti anak tiri. Bagaimana tidak, sepenglihatan saya, terlihat di sudut-sudut kota, pembangunan gedung-gedung sekolah megah bagaikan jamur yang tumbuh subur kala musim hujan. Bangunan sekolah diperkotaan dengan fasilitas yang super memadai untuk kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi, berbanding terbalik ketika kita melihat keadaan yang sebenarnya di daerah terpencil.

Sebuah pertanyaan muncul, Mengapa pendidikan di daerah terpencil sering luput dari perhatian pemerintah???Jawabananya saya serahkan kepada anda-anda yang membaca tulisan ini. Padahal jika kita mengutip amanah UUD 1945 dalam pasal 31 ayat 2 yang mengatakan bahwa “setiap warga Negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Terus jika kita melihat keadaan seperti ini siapa dan kemana mereka harus mengadu dan meminta.

Dalam pasal ini menegaskan bahwa Negara dalam hal ini, harus memberikan perhatian khusus pada dunia pendidikan di Indonesia. Bahkan dalam salah satu ayat dalam pasal ini mengatakan bahwa pemerintah harus memberikan anggaran setidaknya 20% dari APBN Negara. Memang pemerintah telah membuktikannya dengan menyisihkan anggaran, namun entah mengapa potret pendidikan kita masih jauh dari kata memuaskan. Lebih memprihatinkan lagi bila mengetahui banyak gedung-gedung sekolah yang tidak layak untuk dijadikan tempat belajar.

Bangunan seadanya yang disebut sekolah ini menjadi bukti belum terlaksana dengan sepenuhnya makna pasal 31 UUD 1945. Dengan melihat fakta di lapangan membuat saya menarik sebuah asumsi mengenai kualitas pendidikan. Kualitas pengajarnya yang seadanya dan semampunya ini menjadi sebuah kendala dan penyebab pendidikan di daerah terpencil cenderung diberi kesan tertinggal dan jauh dari standar.

Dari fakta di lapangan memberikan kesimpulan bahwa, pendidikan harus di rasakan merata oleh setiap masyarakat, akan tetapi sejatinya tidak terlaksana. Pendidikan hanya terfokus pada daerah Kota. Memang di daerah tertingggal di sediakan dan di bangun sekolah akan tetapi, kualitas pendidikan dan fasilitas jauh dari kata memadai dan layak. Oleh sebab itu, dunia pendidikan yang ada saat ini tersentral di daerah perkotaan.

Sekolah haruslah menyediakan fasilitas belajar yang memadai dan baik agar siswa merasa nyaman dalam melaksanakan proses belajar mengajar serta agar kedepannya mampu menghasilkan pribadi yang berkualitas baik mutu, mental, dan kepribadian. Seperti harapan yang telah di utarakan oleh pak kadus dan warga yang ada di dusun Ujung Gol.

Maka dari itu tentu sangat di harapkan agar seluruh sekolah di Indonesia terutama di daerah terpencil seperti di Ujung Gol memiliki fasilitas yang memadai.  Tentunya ini membutuhkan uluran tangan dari dinas terkait. Agar anak-anak di sana mendapatkan perhatian yang sama dengan mereka yang hidup di kota dengan fasilitas yang mewah.

Relawan Indera Community

Semua kondisi pendidikan di daerah terpencil menjadi permasalahan bersama. Harapannya tidak ada lagi jeritan dan keluh kesah, tidak adalagi istilah anak tiri bagi daerah terpencil. Mari bersama-sama membangun pendidikan yang sesuai standar yang diinginkan Negara. Kami dari komunitas INDERA memiliki harapan bagi anak-anak di daerah terpencil agar mutu pendidikan meningkat. INDERA, lewat para Relawannya mengungkapkan, tidak lagi menginginkan adanya anak-anak yang terlantar pendidikannya di balik deretan bukit  dan jalanan yang rusak penuh lumpur dan bebatuan yang menghalangi penglihatan dan langkah untuk menjadi anak negeri yang cerdas. [SR]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *