Tentang Sebuah Rindu dan Sang Bidadari
Terhitung dari 12 April 2017, hari ini adalah kesempatan saya, entah keberapa kali melihat mentari terbit dengan sempurna. Begitu juga dengan kesempatan terbangun bukan hanya karena suara azan yang dikumandangkan di jarak 50 meter dari rumahku tetapi juga karena suara lembut seorang kekasih hati yang telah dicatat Tuhan sebagai pendamping ku. Dia adalah seseorang yang dulunya selalu berusaha menjaga jarak ‘aman’ dariku. Dia yang dulu nya malu untuk menatap ku lama. Dia lah pemilik nama yang sering kusebut dalam harapan dan doa saya. Sekarang, dia adalah istriku.
Masih baru. Saya baru saja memasuki usia akhir bulan pertama berstatus sebagai seorang suami. Banyak hal yang berubah 1800 dari kehidupan single ku sebelumnya. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, semuanya berubah kecuali rutinitas yang saya kerjakan untuk sang Pencipta. Dan semua perubahan itu mau tak mau harus dijalani dan dinikmati. Saya juga harus siap menahan berbagai rasa yang mengendap dalam hati termasuk rindu. Iya, rindu. Entah lah… ruang dan waktu yang tak sama membuatku merindukannya setiap hari. Bersamanya pun saya masih rindu. Apa ini lebay? Ah tidak juga. Sama sekali bukan lebay. Semua orang yang telah menemukan kekasih halalnya tentu merasa seperti apa yang saya rasakan.
Pernah kah kalian berpikir apa yang menyebabkan kalian selalu merindukan seseorang yang kalian cintai dan yang menempati tempat paling istimewa di hati kalian? Jangan kan yang sudah menikah, pasangan yang belum ada ikatan pernikahan pun sering saling merindukan meski tak halal. Mengapa terasa sulit menahannya? Mengapa tak seperti rindu Fatimah pada Ali yang tertahan sekian lama dalam kesucian hingga terikat dalam kehalalan? Kadang ini menjadi miris di penglihatan saya. Banyak pasangan muda yang mengekspresikan rindu dengan berlebihan bahkan sampai keluar dari koridor kepantasan. Ini juga membuatku bersyukur karena yang saya rindukan setiap hari adalah seseorang yang dengannya Tuhan meridhai.
Tenang saja ya, Teman-teman. Berbicara tentang rindu tak seperti berbicara tentang cinta yang tak pernah ada batas dan ujungnya. Berbicara tentang rindu itu mudah, tinggal mengetahui penyebabnya lalu memahami penawarnya. Tapi sebelum itu, saya ingin kalian dan saya sama-sama tahu pengertian rindu. Apa sih rindu? KBBI menjabarkan rindu itu seperti sebuah keinginan dan harapan yang besar terhadap sesuatu. Tapi tak begitu penting membahas pengertiannya karena yang menjadi pertanyaan adalah ‘mengapa ada rindu?’.
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita butuh berkenalan dengan istilah psikososial yang berarti keterkaitan antara diri kita sendiri khususnya kejiwaan kita dengan kondisi lingkungan di mana kita hidup. Saat jiwa sangat menginginkan dan mengharapkan sesuatu, saat itu pula sesuatu itu menjadi kebutuhan sekaligus penawar rasa rindu. Kebutuhan yang berhubungan dengan jarak dan waktu. Sesuatu yang kita butuhkan di sini tentu lah sesuatu yang tak asing. Sesuatu yang hadir setiap hari dan berarti. Sesuatu yang memiliki space luas dan megah dalam jiwa kita sendiri. Benar lah bila ia dirindukan setiap kali waktu dan jarak memisahkan meski sedetik dari sejengkal.
Sesuatu itu bisa berarti manusia, bisa benda, bisa juga pengalaman. Contohnya ya seperti saya yang sedang dan selalu merindukan dia yang telah berjanji atas nama Tuhan untuk mendampingi langkahku, untuk mewujudkan segala inginku yang positif. Tak jarang saya kehabisan cara untuk memendam rindu. Alhasil menjelma lah rindu itu menjadi beberapa wujud ekspresi seperti sedih, senyum-senyum sendiri, linglung, bahkan sampai terbawa ke alam bawah sadar melalui situasi yang disebut mimpi. Haha..
Oke, kalian mungkin bertanya kenapa rasa sedih menjadi salah satu ekspresi rindu. Kebutuhan jiwa yang saat itu tak dapat terpenuhi karena terhalang jarak dan waktu menjadi penyebab rasa sedih mampir di hati. Senyum-senyum sendiri juga termasuk ekspresi yang sangat mungkin muncul ketika rindu. Kenapa? Karena mungkin saja saat itu si perindu mengingat kejadian-kejadian berkesan nan lucu tentang sesuatu yang dirindukan. Sangat wajar, bukan? Linglung juga menjadi wajar ketika rindu datang. Betapa tidak, rindu punya salah satu keahlian yaitu menghilangkan keseimbangan logika dan perasaan. Hal ini membuat si perindu kurang apik dalam bersikap. Raga mungkin saja sedang beraktivitas di suatu tempat tapi hati ternyata sedang asik memikirkan sesuatu yang berada entah di mana akhirnya gagal fokus. Ada juga hal menarik dari rindu yaitu ia tak hanya berperan di alam sadar tapi juga bisa singgah di alam bawah sadar yaitu melalui mimpi. Saya baru ngeh ternyata mitos yang selama ini beredar tentang mimpi -yang sering dikategorikan sebagai implikasi rindu- memang terkadang benar. Tak jarang orang merindukan sesuatu hingga jadi mimpi.
Terakhir, special buat kalian yang seringkali merasakan rindu pada seseorang entah itu keluarga, sahabat atau siapapun, saya punya tips mengalihkannya. Saya sering menjalani ini dan manjur. Pertama, jika rindu datang, berusahalah untuk mengerjakan hal positif lain yang menyenangkan hatimu. Mungkin sejenis hobi atau apapun yang bisa membuat fokusmu kembali. Kedua, berusahalah untuk berpikir positif tentang yang kamu rindukan itu. Jangan sampai rindu yang kamu rasakan menjelma menjadi rasa sedih bahkan emosional seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Karena jika pikiran negatif yang berkeliaran di otak, maka negatif pula rasa yang akan timbul di hati. Berusahalah mengendalikan hatimu untuk tetap dalam keadaan tenang. Misalnya ketika kamu merindukan sahabatmu untuk menelpon, berpikirlah bahwa bisa jadi dia sulit menemukan waktu luang. Dengan berpikir begitu kamu tidak akan bersedih karena beranggapan bahwa sahabatmu telah melupakanmu. Ketiga, cobalah untuk mengekpresikan rindu yang kamu rasakan menjadi sebentuk doa dan harapan baik bagi apa dan siapapun yang kamu rindukan. Itu jauh lebih bermanfaat J . Semoga kita mampu mengelola rindu dengan baik sehingga baik pula wujud rasa yang ditimbulkan olehnya. Seperti saya yang sedang merindukan kekasih halalku, saya menuangkannya melalui tulisan ini agar dia dan semesta tahu betapa saya ingin rindu ini abadi dalam hati saya untuknya.[SL]