InspirasiPendidikan

Perjuangan Bu Guru di Ujung Jalan Berlumpur Desa Prajak Sumbawa

Desa Prajak, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa. Nama yang mungkin agak sulit ditemukan di kolom pencarian di peta Google Maps. Tapi di sini, ada seorang guru perempuan yang setiap hari berperang dengan lumpur, batu, dan jarak puluhan kilometer hanya untuk sampai ke sekolah. Namanya Ibu Karmila. Ya, Ibu Karmila, pahlawan tanpa tanda jasa.

Setiap pagi, ketika matahari masih malu-malu menampakkan diri, Ibu Karmila sudah bersiap. Motor matic, si “Kuda Besi”, sudah setia menunggu di depan rumah. Motor ini mungkin satu-satunya kendaraan di dunia yang bisa bertahan di medan seberat ini. Kalau motor bisa ngomong, mungkin dia akan bilang, “Bu, saya ini motor, bukan tank.”

Perjalanan Ibu Karmila dimulai dengan melintasi jalan berbatu yang seolah-olah sengaja dihadirkan untuk menguji kesabaran. Batu-batu itu seperti berkata, “Hai, Bu Guru, selamat pagi! Mau ke sekolah? Yuk, kita main tebak-tebakan mana batu yang akan bikin motor kamu terpeleset hari ini?” Dan Ibu Karmila, dengan senyum kecut, menjawab, “Ya sudah, batu-batu, hari ini kita main lagi.”

Setelah melewati batu-batu penuh lumpur dan genangan air yang sepertinya punya agenda pribadi untuk mengganggu, Ibu Karmila dihadapkan pada medan lumpur. Lumpur ini bukan lumpur biasa. Ini lumpur yang seolah punya gelar PhD dalam hal menjebak. Kadang licin, kadang lengket, kadang dalamnya bikin motor nyaris tenggelam. Lumpur ini seperti punya kepribadian ganda, pagi hari dia ramah, siang hari dia galak. Tapi Ibu Karmila sudah hafal betul karakter lumpur ini. Dia tahu kapan harus ngegas, kapan harus ngerem, dan kapan harus turun dari motor sambil menghela napas panjang. Sesekali luluran dengan lumpur.

“Lumpur ini kayak murid yang bandel,” canda Ibu Karmila suatu kali. “Kalau diem, dia baik-baik aja. Tapi kalau sudah bergerak, susah dikendalikan.”

Perjalanan puluhan kilometer ini bukan hanya tentang fisik, tapi juga mental. Bayangkan saja, setiap hari harus berhadapan dengan jalan yang seolah-olah tidak pernah ramah. Tapi Ibu Karmila punya satu semangat yang selalu melintas di pikiran “Yang penting sampai sekolah. Murid-murid sudah menunggu.”

Dan memang, murid-muridnya adalah alasan utama Ibu Karmila bertahan. SD Prajak tempatnya mengajar mungkin tidak megah. Jauh dari hiruk pikut perkotaan dan bahkan dari suara pedesaan pun jauh. Sekolah ini berada diantara ladang jagung yang nan luas. Bangunannya sederhana, atapnya bocor di musim hujan, dan listrik kadang ikut-ikutan mogok. Tapi di sinilah Ibu Karmila menyalakan api semangat. Di ruang kelas yang mungkin lebih sederhana dibanding sekolah pada umumnya, dia mengajar dengan penuh dedikasi. Murid-muridnya, yang sebagian besar berasal dari keluarga petani, melihat Ibu Karmila sebagai sosok yang tak hanya mengajar, tapi juga menginspirasi.

“Bu Guru, kenapa pakaian ibu kotor sekali penuh lumpur ibu jatuh ya dari kendaraan?” tanya salah satu murid suatu hari.

Ibu Karmila tersenyum. ”iya ibu habis terpeleset di jalan yang berlumpur demi kalian ibu harus selalu datang dan tetap ada buat kalian,anak-anak ku ilmu itu berharga, Nak”. Kalau mau dapat ilmu, harus berusaha. Lihat Bu Guru, setiap hari harus melewati lumpur dan batu. Tapi Bu Guru tetap datang, karena Bu Guru sayang sama kalian.”

Murid-muridnya pun tersenyum. Mereka tahu, Ibu Karmila bukan hanya guru, tapi juga teman, ibu, dan kadang-kadang, tukang cerita yang lucu.

Tapi di balik senyum dan candaannya, Ibu Karmila punya harapan. Harapan bahwa suatu hari nanti, jalan menuju sekolahnya akan diperbaiki. Permasalahan kenapa jalan ini berlumpur dan bebatuan dikarenakan limpahan air dari ladang yang begitu deras tanpa ada tanaman penyangga. Dulu lahan ini penuh dengan tanaman keras tapi sekarang berganti tanaman jagung. Air hujan dengan leluasa jalan kesana kemari hingga mengenangi bahu jalan.

Kalau misal jalan bisa diperbaiki, suatu hari nanti, murid-muridnya tidak perlu lagi berjuang melintasi lumpur dan batu hanya untuk belajar. Harapan bahwa pendidikan di daerah terpencil seperti Prajak akan mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

“Kalau jalan sudah bagus, mungkin Bu Guru bisa lebih cepat sampai sekolah,” kata Ibu Karmila sambil tertawa. “Tapi kalau masih begini, ya sudah, anggap saja ini olahraga pagi.”

Ya, Ibu Karmila memang punya selera humor yang khas. Humor yang membuatnya tetap kuat menghadapi segala rintangan. Humor yang membuatnya tetap bersemangat, meski kadang-kadang dia merasa lelah.

Suatu hari, ketika hujan turun dengan deras, jalan menuju sekolah berubah menjadi kolam lumpur raksasa. Ibu Karmila pun memutuskan untuk berjalan kaki. Sepatu pantofel hitam yang sudah setia menemani setiap perjalanan sesekali tertahan oleh lumpur. Dengan payung di satu tangan dan tas berisi buku-buku pelajaran di tangan lain, Ibu Karmila melangkah pelan.

“Lumpur ini kayak ujian hidup,” gumamnya sambil tertawa. “Kalau kita jatuh, ya bangun lagi. Yang penting jangan menyerah.”

Dan memang, Ibu Karmila tidak pernah menyerah. Meski kadang-kadang dia merasa lelah, meski kadang-kadang dia ingin berteriak ke langit, “Kenapa jalan ke sekolah harus seberat ini?”, dia tetap melangkah. Karena dia tahu, di ujung perjalanan itu, ada murid-murid yang menunggu. Ada masa depan yang harus diperjuangkan.

Di kelas, Ibu Karmila bercerita tentang perjalanannya. “Tadi Bu Guru jatuh di lumpur,” katanya sambil tertawa. “Tapi tidak apa-apa. Yang penting Bu Guru sampai di sini, sama kalian.”

Murid-muridnya pun tertawa. Mereka tahu, Ibu Karmila adalah guru yang kuat. Guru yang tidak hanya mengajar, tapi juga memberi contoh tentang arti perjuangan.

Mungkin suatu hari nanti, jalan menuju SD di Prajak akan diperbaiki. Mungkin suatu hari nanti, Ibu Karmila tidak perlu lagi berperang dengan lumpur dan batu. Tapi sampai saat itu tiba, Ibu Karmila akan tetap melangkah. Dengan sepeda motor adalannya dengan senyum yang selalu siap menghadapi segala rintangan.

Karena bagi Ibu Karmila, mengajar bukan hanya tentang mentransfer ilmu. Tapi juga tentang memberi contoh bahwa hidup ini penuh perjuangan, dan bahwa setiap perjuangan pasti ada hasilnya.

Dan di ujung jalan berlumpur itu, di sebuah SD sederhana di Prajak, ada sekelompok murid yang suatu hari nanti akan tumbuh menjadi orang-orang hebat. Mereka akan ingat Ibu Karmila, guru mereka yang setiap hari melintasi lumpur dan batu hanya untuk mengajar. Mereka akan ingat, bahwa ilmu itu berharga, dan bahwa perjuangan itu selalu ada hasilnya.

Terima kasih, Bu Karmila. Terima kasih sudah mengajarkan kami arti perjuangan. Buat pemerintah, mungkin sudah saatnya aspal jalan ke Prajak diperbaiki. Biar Bu Guru nggak harus jadi atlet off-road setiap hari. Hehe. [SR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *