Memahami Makna SAVE OUR FOREST Di Atas Selembar Kertas
Pernahkah Anda melihat aksi-aksi para pemerhati lingkungan, mulai dari organisasi lingkungan hingga para agent of change, yang dengan lantang meneriakkan “Go Green” atau “Save Our Forest”? Aksi-aksi ini sering kali kita saksikan pada hari-hari penting yang ditetapkan oleh dunia internasional, seperti Hari Bumi, Hari Air, Hari Sampah, Hari Tanah, dan banyak lagi. Hari-hari tersebut menjadi momen sakral bagi alam, di mana kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan diangkat ke permukaan. Namun, pertanyaannya adalah, apakah aksi-aksi ini hanya sekadar ceremonial belaka? Ataukah ada tindakan nyata yang mengikutinya?
Tidak dapat dipungkiri bahwa aksi-aksi lingkungan yang dilakukan pada hari-hari tertentu sering kali hanya menjadi simbol semata. Poster-poster bertuliskan “Selamatkan Hutan Kita” atau “Stop Deforestasi” mungkin terpampang di mana-mana, tetapi apakah pesan tersebut benar-benar meresap ke dalam kehidupan sehari-hari? Mari kita lihat lebih dalam, terutama di lingkungan kampus, yang notabene adalah rumah bagi orang-orang terdidik.
Di kampus, kita sering melihat betapa konsumsi kertas begitu tinggi. Mulai dari tugas-tugas mahasiswa, laporan penelitian, hingga administrasi kampus, semuanya membutuhkan kertas. Padahal, kampus seharusnya menjadi tempat di mana kesadaran lingkungan ditanamkan. Namun, ironisnya, justru di sinilah konsumsi kertas terjadi tanpa jeda. Bagaimana mungkin kita bisa meneriakkan “Save Our Forest” sementara di saat yang sama, kita terus mengonsumsi kertas dalam jumlah besar?
Tidak hanya di kampus, kehidupan kantor pun tidak jauh berbeda. Setiap hari, jutaan lembar kertas digunakan untuk mencetak dokumen, laporan, atau sekadar memo. Terlihat sepele, bukan? Namun, dampaknya sangat besar bagi kelestarian hutan. Hanya manusia yang bisa menebang pohon, mengolahnya menjadi kertas, dan kemudian menulis di atasnya “STOP PENEBANGAN POHON”. Ironi yang sulit diabaikan.
Dampak Konsumsi Kertas terhadap Lingkungan
Pernahkah Anda berpikir, berapa banyak pohon yang harus ditebang untuk memenuhi kebutuhan kertas kita? Menurut penelitian, satu rim kertas (500 lembar) dihasilkan dari satu pohon berusia 5 tahun. Sekarang, coba bayangkan, berapa rim kertas yang telah Anda gunakan sepanjang hidup Anda? Tidak perlu menjawabnya, cukup renungkan dalam hati.
Data nasional menunjukkan bahwa kebutuhan kertas di Indonesia mencapai sekitar 5,6 juta ton per tahun. Bayangkan, berapa banyak pohon yang harus ditebang untuk memenuhi kebutuhan tersebut? Belum lagi, proses produksi kertas tidak hanya mengorbankan pohon, tetapi juga membutuhkan air dan bahan kimia dalam jumlah besar. Menurut Environment Canada, produksi 1 kilogram kertas memerlukan sekitar 324 liter air. Selain itu, limbah yang dihasilkan dari proses produksi kertas juga sangat besar, baik limbah gas, cair, maupun padat.
Jika Anda masih ragu dengan besarnya dampak limbah tersebut, cobalah berkunjung ke pabrik kertas di daerah Anda. Anda akan melihat sendiri bagaimana limbah-limbah tersebut mencemari lingkungan. Dua hal yang dikorbankan demi memenuhi kebutuhan kertas kita: pohon sebagai penyangga kehidupan dan lingkungan yang tercemar oleh limbah produksi.
Hutan Tanaman Industri (HTI): Solusi atau Ilusi?
Mungkin ada yang berargumen, “Perusahaan kertas tidak menggunakan kayu dari hutan alam, melainkan dari Hutan Tanaman Industri (HTI).” Benar, HTI memang menjadi sumber bahan baku utama bagi industri kertas. Pemerintah memberikan izin pengelolaan HTI kepada perusahaan-perusahaan, dan pada tahun 2013, luas HTI yang diberikan mencapai sekitar 10 juta hektar. Namun, pertanyaannya adalah, apakah HTI tersebut mampu memenuhi kebutuhan industri kertas?
Secara logika, 10 juta hektar terdengar sangat luas. Namun, kenyataannya tidak seindah yang dibayangkan. Menurut informasi dari Mongabay, HTI yang dikelola tidak mampu menyuplai kebutuhan bahan baku industri kertas. Tingkat produksi dan realisasi penanaman yang lambat membuat HTI tidak cukup untuk memenuhi permintaan. Akibatnya, industri kertas terpaksa merambah ke hutan alam, yang seharusnya dilindungi.
Indonesia telah kehilangan sekitar 72% hutan aslinya. Angka yang sangat mengkhawatirkan. Jika kita tidak segera bertindak, bukan tidak mungkin hutan-hutan yang tersisa akan habis dalam waktu dekat. Kita tidak bisa terus bergantung pada kertas tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Tidak ada yang melarang kita menggunakan kertas, tetapi sudah saatnya kita lebih bijaksana dalam menggunakannya.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Pertama, kita bisa mulai mengurangi penggunaan kertas. Di era digital seperti sekarang, banyak alternatif yang bisa digunakan untuk menggantikan kertas. Misalnya, menggunakan dokumen digital, e-book, atau aplikasi pengelolaan tugas yang tidak memerlukan kertas. Di kampus, dosen dan mahasiswa bisa beralih ke sistem pengumpulan tugas secara online. Di kantor, dokumen bisa disimpan dalam bentuk digital dan hanya dicetak jika benar-benar diperlukan.
Kedua, kita bisa mendukung penggunaan kertas daur ulang. Kertas daur ulang membutuhkan lebih sedikit energi dan air dalam proses produksinya, serta mengurangi jumlah pohon yang harus ditebang. Selain itu, kita juga bisa mendukung kampanye penanaman pohon untuk mengimbangi penggunaan kertas yang tidak bisa dihindari.
Ketiga, kita perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam. Aksi-aksi lingkungan tidak boleh hanya menjadi ceremonial belaka. Setiap individu harus merasa bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan, dimulai dari hal-hal kecil seperti mengurangi penggunaan kertas, membawa tas belanja sendiri, atau mengurangi sampah plastik.
Kertas mungkin terlihat seperti benda sepele, tetapi dampaknya terhadap lingkungan sangat besar. Setiap lembar kertas yang kita gunakan adalah hasil dari pengorbanan pohon dan lingkungan. Sudah saatnya kita berpikir dua kali sebelum menggunakan kertas. Kita tidak perlu berhenti menggunakan kertas sama sekali, tetapi kita harus lebih bijaksana dalam menggunakannya.
Mari kita jaga kelestarian alam, bukan hanya dengan meneriakkan slogan-slogan di hari-hari tertentu, tetapi dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Setiap langkah kecil yang kita ambil akan memberikan dampak besar bagi keberlangsungan ekosistem hutan dan lingkungan kita. Ingat, hanya kita yang bisa mengubah keadaan. Mulailah dari diri sendiri, dan ajak orang-orang di sekitar kita untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam. [SR]