Belajar Mencintai Alam ala Mbah Sadiman
Sebelum isu pemanasan global se-heboh sekarang. Mbah Sadiman sudah terlebih dahulu melakukan aktivitas untuk mengurangi dampak pemanasan global dengan cara menanam pohon diatas lahan berbukit yang tandus seluas 100 hektar yang diakibatkan oleh aktivitas perambahan secara besar-besaran. aktivitasnya mulia ini dilakukan seorang diri.
Loyalitas si Mbah
Tahun 1996 awal mulai nya kegiatan ini dilakukan, pohon yang ditanam sudah puluhan ribu pohon. Awal mulanya si mbah melakukan kegiatan penghijauan ini ketika melihat kondisi yang tiap tahunnya tambah parah. Pria yang lahir dan menikmati hari tuanya di Dusun Dali, Desa Geneng, Bulukerto, Wonogiri, Jateng berupaya melestarikan lingkungan dengan pengetahuan seadanya yang dia miliki.
Uniknya dia menanam pohon Beringin. Si Mbah mendapat bibit beringin dengan cara menukar tanaman cengkeh dengan beringin, makanya beliau sering di sebut orang gila. Bagaimana tidak dikatakan orang gila, pohon beringin jika dilihat secara manfaatnya tidak dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai jual. Bahkan tidak pernah ada orang yang menjual kayu beringin. Yang ada di benak kita, beringin merupakan tempat berkumpulnya jin atau makhluk gaib. Dari alasan inilah Mbah Sadiman melakukan upaya konservasi dengan tanaman Beringin yang tidak memiliki nilai ekonomis tapi memiliki sejuta manfaat secara tidak langsung. Jika beringin ditanam, maka sebagian orang beranggapan ini rumah hantu, jadinya mereka tidak akan berani untuk menebangnya.
Cerdas memang, ketika sebagian orang berlomba-lomba mengelola hutan baik dalam bentuk HKm, HTR dan lain sebagainya, justru si Mbah hanya menanam pohon yang tidak bernilai jual. Tapi ada sesuatu yang sebagian orang tidak mengerti apa tujuan dari mbah Sadiman melakukan hal ini.
Mbah Sadiman memang orang yang memiliki loyalitas tinggi bagi alam. Bayang kan saja bagaimana loyalitas dan totalitasnya seorang yang tua dengan usia yang renta. Uang hasil dari mencari rumput, menjual cengkeh dan hasil menjual kambing digunakan untuk membeli bibit sekaligus merawat tanaman yang beliau tanam. Beliau melakukan dengan ikhlas tanpa pamrih.
Dulu sumber air mata sekarang menjadi sumber mata air.
Berbanding terbalik dengan beliau-beliau yang berpendidikan TINGGI, katanya Calon Pemimpin tapi pohon disakiti, dihiasi dengan berbagai macam hiasan tanpa merasa bersalah dan berdosa. Mbah Sadiman seorang yang tidak pernah bersekolah setinggi orang-orang yang mengaku pintar, tapi dia membuktikan lewat tindakan nyata menyelamatkan bumi ini.
Saya malu dengan mbah Sadiman, tiada teori satu pun yang dia ketahui. Yang dia tau hanya pohon bisa tumbuh, menjaga agar tidak longsor dan menciptakan sumber mata air. Berbeda dengan kita kebanyakan teori dan perencanaan. Seolah-olah jika kita telisik, kita ini tidak ikhlas menyelamatkan bumi. Kenapa demikian, lihat saja sudah berapa miliar uang digelontorkan untuk mengatasi permasalahan yang sekarang terjadi (Pemanasan Global) tapi buktinya ???.
Saya bukan meremehkan bahkan tidak mau berburuk sangka terhadap orang-orang yang menjual lingkungan demi sebuah program. Mbah Sadiman sudah membuktikan lewat slogan sederhananya “sabar dan Ihklas”. Slogan ini diucapkan bukan tanpa dasar. Mungkin diantar kita mendengar kata-kata mbah Sadiman biasa saja,tapi jauh dari itu. Banyak tantangan dan cobaan yang beliau hadapi. Tanaman yang sudah tumbuh besar seringkali ditebang dan dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Di sinilah kata sabar biasa beliau ucapkan. Kesabarannya selalu menghiasi hari-harinya. Ada juga orang yang mencuri pohon yang beliau tanam, keihklasan menjadi senjata pemungkas nya.
Dengan adanya upaya yang dilakukan oleh mbah Sadiman sebagai seseorang yang peduli kan lingkungan sekitarnya, kini berbagai sumber kehidupan bermunculan. Munculnya titik-titik mata air bertanda kehidupan kembali normal. Dulunya kawasan yang tandus gersang tiada satu pun pohon tumbuh. Kini sebagian besar orang-orang mulai memanfaatkan dan menikmati hasil yang sudah dilakukan sang pahlawan lingkungan. Tidak ada lagi air mata yang tiap hari menangis sebab tidak ada hasil panen yang melimpah bahkan gagal panen pun kerap menyelimuti warga. Airmata berganti dengan mata air.
*****
Terus bagaimana dengan kita yang masih muda??? Sejarah pernah mencatat, bahwa sannya pemuda selalu menempati peran yang sangat strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi. Terlebih dalam menjaga kelestarian lingkungan. Masih ingatkah kita akan sejarah para pejuang yang dulu ketika Negara kita di jajah Negara asing. Pemuda sangat berperan dalam menumpaskan penjajahan yang terjadi. Pemuda merupakan generasi penerus yang kelak akan mewarisi bangsa ini, termasuk kekayaan alam dan lingkungan hidup di dalamnya.
Laju pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak bisa terbendung menjadi ancaman akan kerusakan alam di Negara kita. Alih fungsi lahan menjadi ancaman utama dan hal tersebut mau tidak mau akan terus terjadi demi memenuhi kebutuhan penduduk bumi ini. Di perparah lagi dengan kondisi laju perambahan hutan yang tiap detik mengalami peningkatan. Selain itu pencemaran air, tanah dan udara kian menambah deretan panjang problem di Negara kita. Tidak sedikit dari keluarga kita yang hidup di kota dan pelosok negeri masih kekurangan pasokan air bersih.
Negara makmur nan subur kin hanya sebuah dongeng saja. Yang menghiasi cerita tidur bagi anak-anak negeri. Kita sebgai pemuda sudah saatnya berpikir dan bertindak melebihi apa yang dilakukan mbah Sadiman seorang yang Tua. Kita merupakan pewaris dan sebagai penerus pengelola kekayaan alam yang kita miliki. Mari kita bergandeng tangan, kita buktikan bahwa kita bisa, bahawa kita ini bukan penikmat alam tapi kita buktikan dengan tindakan bahwa kita pencinta alam sebagai mana kita mencintai diri kita sendiri.
Mbah Sadiman sudah membuktikan bahwa mengelola lingkungan tidak seperti membalikkan telapak tangan. Penuh perjuangan dan kesabaran yang menjadi bekal. Kita buktikan bahwa pemuda bisa. Kita berikan pembuktian di lingkungan kita dengan cara tidak membuang sampah sembarangan. Kita buktikan dengan cara menghemat air. Bukan hanya air saja listrik pun menjadi penyumbang kerusakan alam lewat pencemaran dan ekploitasi besar-besaran bahan bakar yang di peruntukan untuk listrik.
Sudah siapkah kita menggantikan orang-orang yang seperti mbah Sadiman??? Jawabannya ada pada diri kita. [SR]