Banjir Bandang Menerjang Bima
Langit biru pulau Lombok terlihat sendu, bertanda hujan akan turun. Belum beberapa menit saya bergumam rintik air satu persatu mulai membasahi tanah tempat saya menginjakkan kaki, dengan hitungan detik tubuh ini mulai dibasahi lebatnya hujan disiang hari.
Motor yang sudah terlanjur saya hidupkan, segera saya matikan dan berlari menuju kamar. Hujanpun mulai menujukkan dirinya yang sebenarnya, deras tak terbendung. Hari itu tanggal 21 Desember 2016 bertepatan pada hari rabu.
Setelah beberapa jam mengguyur kampung halaman saya, hujan pun mulai menujukkan untuk menyudahi dirinya. Tepat pukul 14.00 WITA ada kabar dari seorang teman, mengabarkan lewat akun sosial media yang dia punya kebetulan kala itu saya sendang asyik berselancar di dunia maya sambil menunggu hujan reda. Kabar duka tertulis di akun pribadinya bahwa kota kelahirannya sedang dilanda musibah banjir.
Segera saya cari tau kebenaran berita yang dipublikasikan oleh teman di facebook. Saya hubungi teman yang ada di Bima. Tidak ada satupun informasi yang didapatkan, semua handphone tidak aktif. Saya mulai gelisah, bergegas saya tanyakan ke saudara-saudara yang ada di Mataram akan kebenaran berita ini.
Ohh… Tuhan ternyata kejadiannya benar adanya. Air dari pegunungan mulai menujukkan kemarahannya, ribuan bahkan ratusan ribu orang terpaksa dievakuasi, rumah-rumah mereka terendam banjir, dan bahkan menurut informasi banjir setinggi 2 meter mengenangi kota ini.
Hujan yang terus menerus mengguyur kota dan kabupaten Bima ini, membuat lupuh seluruh aktivitas, sinyal dan bahkan listrik tidak lagi berdaya melawan derasnya air. Sejak hujan sepanjang hari membuat beberapa kabel listri terputus, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pihak dari PLN mulai memadamkan. itu pun benar terjadi jaringan kabel listri banyak yang putus akibat tiang penyangga tidak lagi kuat menahan arus air yang mulai mengenangi kota dengan julukan kota Berteman ini.
Kini kota dan kabupaten Bima mulai mencekam, hanya suara gemericik air hujan yang terdengar. Hujan tidak mau memberikan tanda akan reda. Gelap tanpa ada penerangan, hanya sisa litrik yang tertampung dalam batu batre (senter) yang bisa dimanfaatkan warga. Semua handphone warga mati total, bagaimana tidak seharian listrki padam. Biarpun handphone warga ada yang hidup sinyal tidak ada sama sekali.
Saya bisa membayangkan rasa ketakutan diselimuti malam gelap. Lengkap sudah derita yang dialami saudara kita yang ada di BIMA. Sebelum matahari terbenam warga sempat dievakuasi kedaerah yang dirasa aman.
Amukan banjir ini membuat harta benda warga terendam dan bahkan ada yang terbawa deras nya arus air yang berasal dari pegunungan. Tidak ada yang bisa diselamatkan ketika evakuasi mulai dilakukan. Hanya baju yang yang melekat dibadan yang tersisa. Saat ini menurut pantauan teman-teman yang ada di kota Bima, akses jembatan yang mengubungkan Kota Bima dengan wawo terputus.
Di hari kedua terlihat ada tanda-tanda air mulai surut, warga mulai berdatangkan melihat sisa-sisa yang terendam banjir walapun air tidak surut derastis. ada sebagian rumah warga hanyut terbawa derasnya air yang melumpuhkan Kota ini. syukurnya tidak ada korban jiwa dalam insiden banjir ini.
Belum beberapa lama, awan tidak lagi terlihat sendu, raut muka awan terlihat gelap menutupi sinar matahari. Hujan deras pun mulai mengguyur kota ini, banjir susulan kedua terjadi lagi tepatnya pada hari Jumat tanggal 24. Bahkan banjir susulan ini dirasakan dahsatnya. Kos-kosan teman yang selalu saya minta informasinya terendam juga bahkan wilayahnya yang terparah banjirnya hingga ketinggian tiga meter. Mereka mulai mengungsi ke desa tetangga yang lokasinya lebih tinggi.
Entah apa yang harus saya katakan tiga kali banjir susulan meluruh lantakkan kota dan kabupaten Bima. Bima kini terlihat bagaikan Kota mati, hanya puing-puing reruntuhan dan bekas banjir yang tersisa.
Banjir yang melanda hingga hari jumat ini membuat ratusan ribu jiwa terkapar pasrah melihat keadaan yang menimpanya. Suara tangisan anak kecil terdengar di pos-pos pengungsian yang di bangun pemerintah dan para relawan. Saya menyempatkan menghubungi teman saya. Dan bener adanya.
Saya hubungi via telpon, syukur Alhamdulillah akhirnya tersambung juga.
“bang alhamdulillah saya selamat saat ini saya mengungsi ke desa Sila. Kami lagi butuh air bersih, air bersih disini mulai langka dan beberapa pengungsi sudah mulai terlihat dehidrasi, sakit demam, kutu air karena ketersediaan air buat pengungsi kurang. PDAM yang mengaliri daerah ini terputus. Makanan juga mulai berkurang, kita memang dibawakan bantuan berupa mie instan dan beras, tapi kami mau masak pakai apa. Anak-anak di pengungsian mulai menggigil kedinginan” cerita dari teman itu terputus, entah tidak ada sinyal atau batre nya sudah tidak ada daya lagi. Kegelisahan, kegundaahan mulai merongrong pikiran dan hati ini. Saya membayangkan seandainya posisi ini ada pada diri saya.
Siang dihari sabtu sekitaran pukul 14.00 Wita. Saya coba menghubungi, rekan satu tim saya waktu kerja disalah satu perusahaan. “halo mas bagimana kabarnya?” sapa saya, “ saya dan keluarga masih dalam keadaan sehat, tapi mas tidak ada lagi yang tersisa saya dan warga sudah menyerahkan keadaan ini. semuanya hilang dan hacur diluluh lantahkan. Warga sangat butuh pakaian layak pakai. Dibarak-barak pengungsi banyak warga yang memanfaatkan pakaiannya yang bercampur lumpur dan dibersihkan diair yang kotor pula demi menganti pakaian yang sudah lama dipakai. Mas safprada doakan kami semoga tidak ada lagi banjir susulan” saya sempat terdiam mulut ini kaku menjawab. Hanya kata “iya mas” hati-hati doa kami dari Lombok tetap buat saudara di Bima mas.
Pas kabar banjir mulai melanda, saya dan teman-teman mulai berbagi informasi. Berbagai ide dan tanggapan mulai bermunculan. Dan pada akhirnya saya dan teman-teman mulai membuka Donasi untuk para korban banjir bandang yang melanda saudara-saudara kit a yang di Bima. Berbagai upaya teman-teman yang ada di Lombok lakukan mulai dari penggalangan dana, hingga mengumpulkan sembako dan pakaian layak pakai. Sosmed terutama facebook mulai diramaikan dengan berbagai ajakan donasi.
Ini menujukkan bahwa kita ini masih ada rasa solidaritas, masih ada rasa persaudaraan, tidak adalagi kata suku, agama, ras atau entah apa namanya yang menghalangi kita untuk saling berbagi. Masalah mencari apa penyebabnya soal belakangan, yang menjadi prioritas utama saat ini yaitu bagaimana caranya agar derita mereka bisa terobati. Saatnya kita membantu saudara kita yang sangat membutuhkan. Mari kita bantu Bima untuk bangkit dan mulai berbenah. Saya mulai teringat dengan lirik lagu yang dinyanyikan oleh band punk ‘marjinal’
Saya hanya menangkap beberapa lirik yang saya rasakan sangat menyentuh sekali
“Tunjukkan bahwa kita semua bersaudara
Luka mereka luka kita semua
Tunjukkan tunjukkan oleh kita
Derita yang ada derita kita jua”
Saya bersama teman-teman relawan yang tergabung dari dua komunitas yaitu Taman Baca Pondok Inspirasi bersama Indera Community mengajak kita semua untuk berbagi kepedulian lewat bantuan baik berupa uang, pakaian layak pakai, obat-obatan dan sembako. Uluran tangan kita sangat berarti bagi mereka yang sedang membutuhkan. Tidak ada lagi yang bisa mereka andalkan kalau bukan dari kita. Bayangkan ratusan ribu penduduk terkapar menunggu bantuan dari kita. Rasa lapar, sedih terauma bahkan ada diantara mereka terbujur lebah dan sakit. Setega itukah kita melihat saudara kita.
Anak-anak yang seharusnya menikmati masa liburannya kini terenggut oleh ganasnya banjir bandang yang menerjang tanah tempat mereka bermain. Hanya terauma yang tersisa. Semoga saudara-saudara kita yang ada di Kota dan Kabupaten Bima diberikan ketabahan, semoga Bima cepat berbenah dan bangkit. [SR]