InspirasiPertanian

Petugas POPT Mitra Petani yang Tak Pernah Lelah

Ada sebuah profesi yang mungkin jarang terdengar, tapi perannya sangat vital dalam menjaga ketahanan pangan kita. Mereka adalah Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT). Jika diibaratkan, mereka seperti dokter tanaman, yang siap siaga menjaga kesehatan tanaman dari serbuan hama dan penyakit. Tapi, jangan bayangkan mereka seperti superhero yang terbang ke ladang dengan jubah. Mereka lebih mirip seperti teman baik petani, yang datang dengan sepatu boots berlumpur, membawa jaring serangga, dan senyum ramah.

Mari kita berkenalan dengan salah satu POPT, namanya Didik. Seorang pria berusia 39 tahun yang baru 5 tahun mengabdikan dirinya sebagai POPT di sebuah daerah di Nusa Tenggara Barat tepatnya di kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah. Didik bukanlah sosok yang tinggi besar, tapi semangatnya dalam bekerja bisa mengalahkan tenaga binaragawan. Setiap pagi, dia sudah siap dengan motornya yang sudah penuh dengan peralatan lapangan. Helmnya yang sudah usang menjadi saksi betapa seringnya dia bolak-balik ke sawah.

Suatu hari, Didik mendapat laporan dari seorang petani bernama Pak Buhari. Tanaman padi Pak Buhari terserang hama wereng coklat. Wereng ini bukanlah hama sembarangan. Mereka seperti pasukan kecil yang bisa menghancurkan seluruh ladang dalam waktu singkat. Didik pun langsung bergegas ke lokasi. Sesampainya di sana, dia melihat tanaman padi yang seharusnya hijau segar, kini menguning dan Sebagian mengering. Pak Buhari terlihat panik, matanya berkaca-kaca. “Didik, tolonglah. Ini kali pertama saya bertemu dengan hama wereng ini,” keluhnya.

Didik tersenyum, mencoba menenangkan Pak Buhari. “Tenang, Pak. Kita akan cari solusinya bersama,” katanya dengan nada menenangkan. Dia pun mulai memeriksa tanaman satu per satu, mengambil sampel, dan mencatat setiap detail yang dia temukan. Setelah itu, dia memberikan rekomendasi kepada Pak Buhari tentang cara mengendalikan hama tersebut, mulai dari pemilihan bahan aktif pestisida yang tepat hingga bagaimana tata cara penggunaan yang sesuai keaidah 6 tepat.

Tapi, pekerjaan Didik tidak berhenti sampai di situ. Dia juga harus memantau perkembangan tanaman Pak Buhari selama beberapa minggu ke depan. Setiap kali ada masalah baru, dia harus siap memberikan solusi. Dan ini bukan hanya untuk satu petani, tapi untuk puluhan bahkan ratusan petani di wilayah kerjanya. Bayangkan, betapa sibuknya dia! Apalagi wilayah kerjanya 1 kecamatan.

Menjadi POPT bukanlah pekerjaan mudah. Mereka harus memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai jenis hama dan penyakit tanaman, serta cara mengendalikannya. Mereka juga harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan petani, karena tidak semua petani mudah menerima perubahan atau teknologi baru. Terkadang, mereka harus berdebat dengan petani yang keras kepala, yang lebih percaya pada cara-cara tradisional yang sudah turun-temurun.

Tapi, di balik semua tantangan itu, ada kepuasan tersendiri bagi seorang POPT. Ketika mereka berhasil membantu petani mengatasi masalah dan melihat tanaman tumbuh subur, itu adalah kebahagiaan yang tak ternilai. Seperti yang sering dikatakan Didik, “Kalau petani senang, saya juga senang. Kalau petani panen, saya ikut bahagia.”

Kisah Didik dan Wereng Coklat

Kembali ke kisah Didik dan Pak Buhari. Setelah beberapa minggu, tanaman padi Pak Buhari mulai menunjukkan perbaikan. Daun-daun yang tadinya menguning, kini ada muncul daun baru yang hijau. Pak Buhari pun terlihat lebih tenang dan bersemangat. “Terima kasih, Didik. Tanaman saya mulai pulih,” ujarnya dengan senyum lebar.

Tapi, perjuangan belum selesai. Didik tahu bahwa wereng coklat adalah hama yang sulit dikendalikan. Mereka bisa berkembang biak dengan cepat dan menjadi resisten terhadap pestisida jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, dia terus memantau dan memberikan edukasi kepada Pak Buhari tentang pentingnya pengelolaan hama terpadu.

Suatu hari, Didik mengajak Pak Buhari bersama para anggota kelompok tani untuk mengikuti pelatihan tentang pengendalian hama terpadu di balai pertemuan kelompok tani. Awalnya, Pak Buhari enggan. “Ah, saya sudah tua, Pak. Susah belajar hal baru,” katanya. Tapi, Didik tidak menyerah. Dia terus membujuk Pak Buhari dengan guyonan-guyonan kecil. “Pak Buhari, kalau werengnya saja bisa belajar berkembang biak, kenapa kita tidak bisa belajar cara mengendalikannya?” ujarnya sambil tertawa.

Akhirnya, Pak Buhari pun setuju. Dia mengikuti pelatihan tersebut dan mulai menerapkan beberapa teknik baru di lahannya. Hasilnya, tanaman padi Pak Buhari semakin sehat dan produktif. Bahkan, dia mulai berbagi ilmu dengan petani lain di sekitarnya. Didik pun merasa bangga. “Inilah yang membuat saya terus semangat bekerja. Melihat petani bisa mandiri dan berbagi ilmu,” katanya.

*******

POPT mungkin tidak sepopuler dokter atau guru, tapi peran mereka sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan kita. Mereka adalah pejuang garda terdepan dalam mengamnkan pangan dari serangan OPT dan Dampak Perubahan Iklim (DPI), yang bekerja di balik layar untuk memastikan bahwa kita tetap bisa menikmati nasi di meja makan. Mereka adalah mitra petani, yang selalu siap membantu dalam suka dan duka.

Tapi, jangan bayangkan POPT sebagai sosok yang serius dan kaku. Mereka juga manusia biasa, yang bisa tertawa, bercanda, dan bahkan mengeluh. Seperti Didik, yang sering bercanda dengan petani. “Kalau werengnya bisa ngomong, mungkin mereka akan bilang, ‘Didik, jangan ganggu kami dong!'” ujarnya sambil tertawa.

Jadi, jika suatu hari Anda bertemu dengan seorang POPT, ucapkan terima kasih padanya. Mereka adalah orang-orang yang bekerja keras untuk memastikan bahwa kita tetap bisa menikmati hasil bumi yang melimpah. Mereka adalah mitra petani, yang selalu siap membantu dalam setiap tantangan.

Dan untuk Didik, serta semua POPT di luar sana, terima kasih. Kalian adalah pejuang sejati, yang bekerja tanpa lelah untuk menjaga ketahanan pangan kita. Semoga semangat kalian terus berkobar, dan selalu ada senyum di setiap langkah kalian.

“Kalau petani senang, saya juga senang. Kalau petani panen, saya ikut bahagia.” – Didik, POPT Kren. [SR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *