Cerita

Pernikahan dan Secangkir Kopi

Jika dulu kamu bebas ngigau saat tidur tanpa ada hambatan dan gangguan apapun, jika dulu kamu sepuasnya pegang HP tak pandang waktu, jika dulu kamu santai ngatur jadwal nyuci pakaian kapanpun kamu mau, well.. kamu harus menerima kenyataan bahwa sekarang semua itu sudah masuk ke dalam past behavior list kamu. Dan itu hanya salah tiga dari sejubel kebiasaan yang sering kamu lakukan saat sebelum married alias masih single, yang kamu harus ikhlaskan berubah 1800 jika sudah berstatus married. Haha..

Hampir semua mantan single yang sekarang sudah berstatus married sepertinya mengalami hal yang sama. Dan mau tak mau harus dijalani. Banyak yang membuat diri merasa ‘terpaksa’ beradaptasi dengan lingkungan baru (Eits! don’t get me wrong. Banyak juga hal baru bahkan menurut kita aneh namun harus menjadi hal yang biasa dalam anggapan kita dan dijalani dengan penuh penerimaan. Banyak juga kebiasaan-kebiasaan yang totally kita tidak boleh membawanya ke lingkungan dan kehidupan baru setelah menikah. Ikhlas? Jangan ngomongin ikhlas lah ya.. karena ikhlas itu tidak diukur dengan kata “saya ikhlas” yang terucap dari bibir, melainkan dengan kepasrahan hati pada Sang Khalik yang telah mencatat dari awal jalan hidup kita, dan kepasrahan itu akan senantiasa hadir dalam setiap perbuatan sehari-hari kita. ‘asaa an takrahuu syai-an wa hua khairullakum, wa ‘asaa an tuhibbuu syai-an wa hua syarrullakum. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu” (QS. 2: 216). Sebagai muslim, harusnya ayat ini bisa menjadi pengingat ketika sesuatu yang terjadi bertentangan dengan kehendak hati. Termasuk ketika menemukan hal baru yang tak biasa dan sulit dipahami. Jalani dan nikmati saja semampunya. Biar Allah yang menilai sejauh mana ikhlas itu terjaga dalam dada.

Nah, sekarang saya ingin bilang bahwa berumahtangga bukan hanya tentang itu. Baaanyak sekali hal baru yang menakjubkan dan membuat tercengang. Banyak juga kebiasaan lama yang dijalani dengan lebih menyenangkan dan terasa sempurna. Belum lagi pemandangan-pemandangan sejuk dan mengharukan yang tak jarang mengundang air mata bahagia. Intinya, semua hal yang akan kamu temui setelah menikah akan membawamu pada kebahagiaan yang tak berjeda, jika dinikmati.

Memasuki 5 bulan kuran 2 minggu pernikahan -masih terbilang sangat muda dan baru-, saya masih asik menikmati masa peralihan dari single menjadi married. Sangat ma’lum bahwa banyak agenda rutin baik kelompok maupun pribadi yang masih tersendat bahkan belum berjalan seperti biasanya. Namanya juga masa peralihan, ya nggak?  Mungkin ini tantangan special dariNYA agar saya lebih apik lagi mengorganisir kuantitas waktu yang sama dalam kualitas waktu yang berbeda yang saya miliki sekarang ini.

Bicara soal masa peralihan, kedengarannya sedikit gimana gitu ya. Yang namanya masa peralihan ya memang begitu. Kesabaran, semangat, kejutan, pengertian, mendengar, belajar, semuanya ada dalam masa itu. Dan bagi kalian yang belum menikah, saya ingin bilang ke kalian bahwa itu semua sangat mudah untuk dijalani jika kita menikmati setiap alirannya. So to be honest, kalian tidak butuh waktu banyak untuk mempersiapkan diri sebelum menikah khususnya perempuan. Karena selama ini tak sedikit teman saya yang memvonis dirinya dengan ketidaksiapan menjalani pernikahan. Buang jauh-jauh kata “belum siap” jika ada lelaki ‘bagus’ yang mengajak kalian menikah. Karena sebenarnya bukan kesiapan yang mengantar kita pada pernikahan, tapi pernikahan itu lah nantinya yang akan menyulap diri kita menjadi seorang istri yang siap dengan segala keadaan.

Oke, kesiapan seperti apa yang saya maksud di sini? Sebenarnya ada dua hal yang dipikirkan seseorang sebelum menikah: ‘Kesiapan Menikah’ dan ‘Persiapan Pernikahan’. Persiapan pernikahan mencakup hal-hal yang real atau nyata atau nampak contohnya physical treatment dsb.. Kesiapan menikah lebih dimaksudkan ke pribadi orang tersebut seperti kondisi psikologi (psychological readiness) dsb.. Tapi saya cuma ingin bahas sedikit saja. Physical treatment sebelum menikah? Ini sebenarnya masuk ke kategori persiapan, tapi sedikit tidak sangat bisa berpengaruh ke kesiapan pribadi kita. So, perlu? Iya perlu, tapi needed level nya sangat sedikit. Jika boleh saya persentasekan, mungkin hanya 9,9 % . Saya bilang begini karena saya sendiri mengalaminya. Sebelum menikah, rasanya rempong nian persiapkan semuanya terutama physical treatment, sampai saat mendekati hari pernikahan, usaha saya untuk tujuan yang saya inginkan itu bisa dibilang failed. Cukup cemas dan mengurangi kepercayaan diri. HahaTapi setelah menikah, semuanya jauh dari apa yang saya bayangkan. Bahagia karena failed mission saya ternyata tak berpengaruh sama sekali. Please listen to me, lelaki yang ingin menikahimu pastilah lelaki yang tak memandang hanya kecantikan fisikmu, tapi juga kecantikan yang tak terjamah oleh mata namun mampu terpancar sampai ke hati siapapun yang di dekatmu.

Sekarang bagaimana dengan psychological readiness? Memang perlu juga tapi bukan hal yang utama. Karena lambat laun, kesiapan psikologi akan terbentuk dengan sendirinya. Kesiapan psikologi berarti sejauh mana kesiapan kita untuk melakukan suatu tugas tertentu untuk menghasilkan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) (VandenBos, 2007). Jika dicerna dari pengertian tersebut, maka kesiapan psikologi akan menjadi matang seiring pengalaman-pengalaman yang dilalui dalam rumah tangga yang kemudian dijadikan bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik. Kita bicara di luar konteks usia ya teman-teman. Karena dari konteks usia beda lagi. Ada kesehatan de el el yang perlu didiskusikan. Itu kenapa sampai saat ini Pernikahan Dini masih menjadi perbincangan yang hangat. Oke, kita lewati masalah usia ya. Sekali lagi, kesiapan psikologi tak seharusnya menjadi pertimbangan yang berarti untuk menjemput pernikahan kita. Dalam hal ini, bisa dibilang pemimpin rumah tangga sangat berperan penting dalam membentuk kesiapan psikologi seorang istri. Jika benar dan baik memimpinnya, maka benar dan baik pula sesuatu yang dipimpin. Itu lah kenapa sebelumnya saya bilang jika ada lelaki ‘bagus’ jangan diundur waktu pernikahanmu apalagi ditolak. Tentu yang saya maksud di sini adalah bagus agama dan dunianya. Intinya ketika ada sosok baik yang ingin mempersuntingmu, itu berarti menurut Allah kamu sudah siap secara mental dan fisik. No matter apa kata orang di luar sana, karena keberkahan dan kebahagiaan yang akan kamu temui setelah menikah sungguh tiada tara.

Persis seperti secangkir kopi, pernikahan memuat pahit dan manisnya perjalanan. Iya, seperti perpaduan kopi dan gula yang menjadikannya secangkir kopi lezat, begitu lah cermin pernikahan yang memadukan perjalanan pahit dan manis lalu membentuk sebuah rasa bernama bahagia. Karena bahagia bukan hanya tentang kesenangan, tapi juga kesedihan. Kesenangan dan kesedihan yang dilalui bersama dengan penerimaan dan cinta. [K’n]

Note: tulisan di atas cuma opini penulis. Kebenaran hanya milikNYA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *