Kapan Nikah ??? Pertanyaan Yang Memotivasi
Pernahkah Anda merasa bahwa pertanyaan “Kapan nikah?” seolah memiliki kekuatan magis yang semakin kuat seiring bertambahnya usia? Jika Anda pernah merasakannya, Anda tidak sendirian. Pertanyaan ini, yang mungkin dulu hanya dianggap sebagai candaan atau basa-basi, ternyata memiliki pengaruh yang berbanding lurus dengan usia. Semakin tua kita, semakin besar “influential power” yang dimiliki oleh pertanyaan ini. Mengapa bisa begitu? Mari kita telusuri lebih dalam.
Saya masih ingat betul, dulu ketika masih duduk di bangku kuliah, pertanyaan “Kapan nikah?” sama sekali tidak meninggalkan kesan apa pun bagi saya. Bahkan, saya dengan santai menjawabnya dengan menyebutkan tahun dan bulan yang saya targetkan untuk menikah. Sok tahu banget, ya? Tapi begitulah kenyataannya. Saat itu, pertanyaan ini terasa seperti angin lalu tidak berpengaruh sama sekali.
Mengapa? Karena di usia muda, kita cenderung memiliki prioritas lain. Nikmat muda membuat kita bebas berkegiatan, mengejar mimpi, dan fokus pada target-target pribadi seperti karir, pendidikan, atau bahkan sekadar menikmati hidup. Pertanyaan “Kapan nikah?” saat itu terasa seperti sesuatu yang masih jauh, sesuatu yang belum perlu dipikirkan serius.
Namun, seiring berjalannya waktu, satu per satu target hidup terpenuhi. Kita mulai menyadari bahwa usia kita sudah mencapai angka tertentu. Tiba-tiba, pertanyaan “Kapan nikah?” yang dulu terasa biasa saja, kini berubah menjadi sesuatu yang menekan. Apalagi ketika melihat teman-teman seumuran sudah mulai melangkah ke jenjang pernikahan. Media sosial yang dulu dipenuhi dengan curhatan atau info seputar kehidupan sehari-hari, kini berubah menjadi “lapak online” undangan akad nikah dan walimah. Sadar atau tidak, kita mulai merasa tua ketika yang mengirim undangan itu adalah teman-teman dekat kita sendiri. Sebagai manusia biasa, pertanyaan “Kapan nikah?” yang terus terlontar kepada kita apalagi jika kita masih single dan belum ada calon pasangan bisa menimbulkan rasa gelisah. Gelisah ini bukan karena takut pada orang yang bertanya, tapi lebih pada ketidakpercayaan diri yang seringkali menciutkan nyali. Kita mulai mempertanyakan diri sendiri: “Apakah ada yang salah dengan saya? Mengapa saya belum juga menikah?”
Rasa gelisah ini semakin menjadi-jadi ketika pertanyaan tersebut datang dari keluarga atau tetangga yang maaf keponya “TUTUQ INAQ” (bahasa Indonesianya: kebangetan). Hampir setiap kali bertemu, pertanyaan yang sama selalu dilontarkan. Mau tidak mau, kita harus mendengar dan menjawabnya. Tapi, tahukah Anda? Di balik pertanyaan yang seringkali membuat kita merasa tidak nyaman ini, ternyata ada rahasia yang mungkin bisa membuat kita lebih lega.
Rahasia di Balik Pertanyaan “Kapan Nikah?”
1. Doa yang Tersembunyi
Ternyata, pertanyaan “Kapan nikah?” menyimpan kekuatan doa yang sangat baik. Rata-rata, orang yang bertanya “Kapan nikah?” adalah orang yang menginginkan si single untuk segera menikah. Saat kita merespons pertanyaan itu dengan jawaban seperti “Insya Allah secepatnya” atau “Doakan saja,” sebenarnya kita sedang mengungkapkan harapan baik dan doa. Percayalah, setiap ucapan adalah doa, dan Allah pasti mendengarnya. Jadi, anggap saja pertanyaan itu sebagai bentuk doa dari orang-orang yang peduli dengan kebahagiaan kita.
2. Motivasi yang Dahsyat
Sadar atau tidak, pertanyaan “Kapan nikah?” bisa menjadi motivasi yang kuat. Barangkali, selama ini kita terlalu sibuk dengan karir, pendidikan, atau hal-hal lain sehingga lupa bahwa menikah juga merupakan bagian penting dari hidup. Pertanyaan ini datang sebagai alarm yang mengingatkan kita bahwa saat ini adalah waktunya untuk mulai memikirkan hal tersebut. Bahkan, pertanyaan itu mungkin akan terngiang-ngiang di telinga kita di malam hari, membuat kita menyisihkan waktu untuk fokus mencari pasangan hidup.
Selain pertanyaan “Kapan nikah?”, kita juga sering mendengar komentar-komentar negatif seperti, “Kamu terlalu pemilih,” atau “Kamu terlalu banyak pertimbangan.” Komentar seperti ini bisa membuat telinga gerah, tapi jangan sampai membuat kita stres. Jika komentar itu datang dari keluarga atau orang terdekat, cobalah untuk mengajak mereka duduk bersama, sambil nyemil jagung rebus misalnya, lalu jelaskan dengan sopan dan sabar tentang situasi kita.
Terlalu memilih memang tidak baik, tapi bukan berarti memilih itu dilarang. Terlalu banyak pertimbangan juga tidak ideal, tapi bukan berarti kita tidak boleh mempertimbangkan hal-hal penting, apalagi jika itu menyangkut pasangan hidup. Menikah adalah keputusan besar yang akan menentukan masa depan kita. Bukan hal yang sepele, bukan?
Terakhir, saya ingin mengingatkan teman-teman semua untuk tidak pernah merasa minder dengan pertanyaan “Kapan nikah?”. Setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing. Ada yang menikah di usia muda, ada yang menikah di usia lebih tua. Semua itu adalah takdir yang sudah ditentukan oleh Allah. Yang terpenting adalah kita tetap berusaha dan berdoa, sambil menjalani hidup dengan penuh syukur.
Jadi, jika ada yang bertanya “Kapan nikah?”, jawablah dengan senyuman dan penuh keyakinan: “Insya Allah secepatnya, doakan saja.” Karena di balik pertanyaan itu, ada doa dan harapan baik yang mungkin saja menjadi kunci kebahagiaan kita di masa depan [SR]