Lingkungan

Anak Muda Dusun Batumas Selesaikan Permasalahan Sampah

Ada yang bilang, generasi muda sekarang lebih suka nongkrong di kafe, main game online, atau scroll media sosial sampai jempolnya pegal-pegal. Tapi, coba deh lihat ke Dusun Batumas. Di sana, ada sekumpulan anak muda yang justru memilih untuk peduli dengan lingkungannya. Mereka ini seperti superhero, tapi tanpa costum layaknya avenger, tapi sayang avenger ndak ada yang peduli sampah.

Mereka nggak punya kekuatan super untuk menghentikan pemanasan global dalam semalam. Tapi, mereka punya sesuatu yang mungkin lebih penting yaitu rasa kepedulian. Kepedulian yang nggak cuma diomongin di Twitter atau Instagram atau bahkan di Facebook, tapi benar-benar dilakukan. Mereka berjalan kaki, menyusuri jalan-jalan dusun, dan mengumpulkan sampah miliki warga.

Kalau dipikir-pikir, ini nggak biasa. Di usia yang seharusnya mereka sibuk memikirkan diri sendiri—kuliah, atau cari uang jajan tambahan—mereka justru memilih untuk memikirkan lingkungan. Nggak heran kalau kemudian mereka dijuluki “Anak Muda Dusun Batumas Peduli Lingkungan”. Julukan yang mungkin terdengar keren, tapi sebenarnya punya tanggung jawab besar di baliknya.

Awalnya ide ini sebuah usulan gebrakan yang di keluarkan oleh kepala lingkungan (Kawil) yang juga anak muda. Beberapa anak muda di dusun itu sering nongkrong di rumah Kawil. Seperti biasa, obrolan mereka nggak jauh-jauh dari masalah sehari-hari,  terkait obrolan santai anak muda. Tapi, suatu hari, obrolan itu nyerempet ke masalah sampah sesuai dengan ide awal kepal wilayah. Mereka sadar, sampah di dusun mereka semakin menumpuk. Tempat pembuangan akhir (TPA) tidak tersedia di Desanya. Lokasi TPA sangat jauh harus keluar wilayah kecamatan. Ini penting kalau tidak suasana dusun akan berubah dengan suasana kumuh. Kesadaran masyarakat untuk buang sampah pada tempatnya masih minim ditambah fasilitas yang kurang.

“Kenapa nggak kita aja yang mulai?” tanya salah satu dari mereka. Entah siapa yang pertama kali ngomong, tapi kalimat itu kayak percikan api kecil yang langsung menyulut semangat mereka. Mulailah mereka berinisiatif mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah. Mereka nggak punya alat canggih, cuma modal karung bekas dan semangat yang lebih besar.

Awalnya, banyak yang nggak percaya. “Ngapain sih repot-repot ngurusin sampah? Itu kan urusan pemerintah,” celetuk seorang warga. Dan yang paling parah “palingan hanya sebentar setelah itu bosan” Tapi, anak-anak muda ini nggak peduli. Mereka tetap jalan. Pelan-pelan, aksi mereka mulai menarik perhatian. Warga yang awalnya cuek, mulai ikut membantu. Bahkan, ada yang menyediakan minuman untuk mereka. “Lumayan, bisa sekalian ngopi sambil kerja,” kata salah satu relawan sambil tertawa. Dan bahkan warga berinisiatif mengumpulkan iuran, karena mereka sadar buang sampah ke TPA butuh kendaraan khusus dan bahan bakar.

Mungkin bagi sebagian orang, sampah cuma masalah kecil. Tapi, bagi anak-anak muda ini, sampah adalah cermin dari bagaimana kita memperlakukan bumi. Mereka sadar, setiap botol plastik yang dibuang sembarangan, setiap bungkus snack yang nggak sampai ke tempat sampah, itu semua punya konsekuensi. Bukan cuma buat dusun mereka, tapi buat Bumi.

“Kita nggak bisa mengubah dunia dalam satu malam. Tapi, kita bisa mulai dari hal kecil. Dari dusun kita sendiri,” kata Dian Hidayat selaku Kawil dusun Batuma.

Mereka juga mulai mengedukasi warga sekitar. Nggak cuma ngambil sampah, mereka juga ngajak warga untuk memilah. Kalau dipilah, sampah plastis bisa menghasilkan uang. Mereka bahkan punya rencana besar, bagaiamana sampah organik bisa diolah jadi pupuk. Pupuk ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk sekedar bercocok tanam di rumahnya. Ketahana pangan dari halaman rumah akan tercipta. Kebutuhan seperti sayur mayur bisa memenuhi isi dapur.

Tentu, jalan mereka nggak selalu mulus. Ada saja warga yang masih bandel, buang sampah sembarangan diselokan. Ada juga yang meremehkan usaha mereka. “Ngapain sih repot-repot? Nggak bakal berubah kok,” ujar seorang warga. Tapi, anak-anak muda ini nggak gampang menyerah. Mereka percaya, perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil.

Kita nggak bisa memaksa orang untuk peduli. Tapi, kita bisa menginspirasi mereka dengan tindakan kita. Dan, perlahan-lahan, usaha mereka mulai membuahkan hasil. Dusun Batumas yang dulu sering dipenuhi sampah, kini terlihat lebih bersih. Bahkan, warga mulai sadar untuk tidak lagi membuang sampah sembarangan. Jika ada sampah berserakan diselokan bisa dipastikan bukan dari warga Batumas.

Apa yang dilakukan oleh anak-anak muda Dusun Batumas mungkin terlihat kecil. Tapi, dampaknya bisa sangat besar. Mereka membuktikan bahwa perubahan nggak harus dimulai dari hal-hal besar. Cukup dari hal kecil, seperti memungut sampah. Mereka juga membuktikan bahwa generasi muda punya kekuatan untuk membuat perubahan. Nggak perlu menunggu jadi pejabat atau orang kaya dulu. Cukup dengan tekad dan kerja keras.

Mungkin, suatu hari nanti, aksi mereka akan menginspirasi dusun-dusun lain. Bahkan, siapa tahu, kota-kota besar juga akan tergerak untuk melakukan hal yang sama. Karena, pada akhirnya, masalah sampah adalah masalah kita semua. Bukan cuma urusan pemerintah, tapi juga tanggung jawab setiap individu.

Jadi, kalau kamu lagi jalan-jalan ke Dusun Batumas, jangan heran kalau melihat sekumpulan anak muda dengan karung sampah di tangan. Bukan cuma membersihkan dusun mereka, tapi juga mencoba menjadi bagian yang tetap peduli akan keselamatan bumi dari ancaman khususnya sampah ini. Karena, seperti kata Dian, “Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” terus semangat teman-teman.

Mereka mungkin cuma anak muda dusun. Tapi, mimpi mereka sebesar langit. Dan, langit itu akan tetap biru, asal kita semua mau berusaha menjaganya dan Alhamdulillah kegiatan ini sudah berjalan 8 tahun. [SR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *